Label

Minggu, 31 Januari 2010

Copet


Ada 8 orang dalam rombangan kami. Pagi itu kami berencana pergi ke Jogja. Sudah sekitar 6 bulan kami belum menjenguk Simbah. Pastinya beliau sangat kangen dengan kami. Hal itu terbukti dengan adanya telpon dari mas Wahid. Kebetulan masku yang satu ini tinggal di Jogja bersama Simbah. Dia diberi tugas khusus untuk merawat Simbah karena beliau sudah sepuh dan tidak ada yang menemani. Bapak sendiri sebagai putra satu-satunya masih belum bisa merawat Simbah. Dia mengatakan bahwa kami sekeluarga diharapkan segera datang berkunjung karena Simbah kangen sekali dengan keluarga di Surabaya terutama dengan Bapak. Maklum saja, Bapak adalah anak satu-satunya.

Setelah sekitar setengah jam kami menunggu, kereta api (KA) yang kami tunggu akhirnya datang juga. Pagi itu kami naik kereta api Pasundan yang berangkat pagi pukul 6. Kami memilih KA ini karena beberapa alasan. Yang pertama KA ini berangkat dari Surabaya sehingga tempat duduk pasti masih kosong. Yang kedua KA ini yang paling tertib dibandingkan dengan KA ekonomi yang lain. Selain petugas keamanan sering mondar-mandir untuk inspeksi, datangnya pun tepat waktu. Kami berangkat pukul 6 pagi dan tiba di Jogja pukul 12 siang. Hanya menempuh waktu 6 jam saja. Bandingkan dengan KA ekonomi lain yang sering telat dan butuh waktu sekitar 7 jam bahkan bisa sampai 8 jam. KA ini sepengetahuanku juga satu-satunya yang memberikan nomor tempat duduk untuk kelas ekonomi. Alasan yang terakhir, KA ini murah meriah. Hanya dengan membayar nggak lebih dari 20 ribu, kita bisa sampai di Jogja. Coba bandingkan harganya dengan tiket bis atau pesawat yang berlipat-lipat. Bener-bener jauh berbeda.

KA datang tepat waktu sekitar jam 6 pagi. Penumpang berdesakan masuk ke dalam KA. Saat itu penumpang nggak begitu banyak. Lagian aku nggak khawatir tidak dapat tempat duduk, karena ada tiket dan nomor seatnya. Kebetulan aku membawa 2 tas. Satu tas berisi laptop aku letakkan di depan dan satu lagi berisi pakaian aku jinjing dengan tangan kananku. Aku naik ke dalam gerbong KA berdesak-desakan dengan penumpang lain untuk mencari tempat duduk sesuai dengan nomornya. Tiba-tiba jalan terasa macet. Aku dan penumpang lain nggak bisa jalan terus. Saat itu posisiku berada di tengah gerbong. Tak disangka, aku merasa sesuatu menyentuh saku kanan bagian belakang tempat dompetku berada. Secara reflek aku langsung memegang sakuku tersebut. Ternyata tanganku menyentuh tangan seseorang dan itu adalah tangan pencopet yang berusaha mengambil dompetku. Aku langsung menoleh ke belakang. Pencopet itu kaget dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Dia langsung duduk di kursi sebelahnya. Aku baru sadar bahwa aku hampir saja kecopetan. Untung aku sudah mengancingkan saku celana belakangku sehingga dia kesulitan saat berusaha mengambil dompetku tadi.

Aku jadi ingat cerita temenku beberapa waktu yang lalu. Dia mengatakan bahwa Statsiun Wonokromo tempatku berangkat adalah gudangnya copet. Pencopet biasanya tidak bekerja sendiri. Mereka biasanya bekerja berkelompok dan melakukan aksinya ketika penumpang berdesak-desakan turun atau naik ke dalam gerbong. Ketika berada  di dalam gerbong, beberapa orang bertugas menghalangi jalan sehingga penumpang tidak bisa jalan terus. Saat orang-orang berdesak-desakan ingin maju, mereka melakukan aksinya. Ciri-ciri para pencopet tersebut biasanya membawa jaket atau tas yang diletakkan di depan untuk menutupi tangan mereka saat beraksi sekaligus sebagai tempat menyimpan hasil jarahannya. Kadang mereka mengoperkan hasil jarahannya ke teman yang ada di sebelahnya. Beberapa waktu yang lalu, adik yang menjadi korban. HP Nokia seharga 1,6 juta amblas dijarah pencopet.

Aku berharap dari ceritaku ini, temen-temen yang lain bisa berhati-hati dan waspada saat berada di KA atau bis, karena tempat itulah yang biasa mereka gunakan sebagai tempat operasi. Semoga ceritaku ini bisa memberikan pencerahan kepada temen-temen yang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Give the best comment you have